Khabar Proyek

Halaman ini bertujuan memberikan informasi mengenai proyek yang sedang berjalan atau yang belum lama selesai, termasuk kemajuan, hasil yang diharapkan, masalah yang dihadapi di lapangan, jalan keluar yang dicari dan ditemukan, dan secara singkat memperkenalkan para pelaku dan pemangku kepentingan utama yang dapat menyediakan informasi tepat dari lapangan.

Aktual: 2023-2024

Proyek Southeast Asia Pacific Management, Financial Sector, and Trade Policy (Phase II) – Labor Market Activation/ Skills Development yang mulai tanggal 15 Februari 2023 sebenarnya kelanjutan dari Support to the Association of Southeast Asian Nations Economic Community – Labor Market Activation Program (2019-2022) yang tujuannya sebagai pilot/ Uji-coba memperkuat JobStart Indonesia (JSI) pada provinsi uji coba Makassar dan Bandung Barat dan untuk memperluas ke tiga wilayah lain di Indonesia. Khususnya proyek akan menilai baik proses maupun hasil dan akan membuat rekomendasi perbaikan sebelum perluasan JSI. Proyek juga akan menetapkan tiga wilayah/ provinsi baru dimana perluasan akan terjadi. Konsultan akan menggunakan kriteria identifikasi dan seleksi yang sama dengan yang digunakan pada proyek sebelumnya. Proyek akan menjalankan empat siklus program JSI: TOT untuk staf Disnaker dan untuk para pencari kerja yang sudah terdaftar life skills training (LST) dan career counselling, pelatihan tehnis, pemagangan dan penempatan. Kemungkinan bahwa pelatihan akan dilakukan secara face-to-face, online atau blended. Pada akhir proyek sebuah produk pengetahuan dalam bentuk monograf atau makalah yang dapat diterbit yang menguraikan proses implementasi dan kelembagaan akan diajukan. Jika uji-coba ini berhasil, ada kemungkinan bahwa akan dilanjutkan secara nasional di semua kabupaten di Indonesia (“national roll-out”).

Proyek Pasar Kerja: 2019-2022

Pugajinou dalam asosiasi dengan Inno-Change International Consultants dari Manila, Filipina, sedang menjalankan proyek Dukungan Komunitas Ekonomi ASEAN – Program Aktivasi Pasar Kerja yang didanai Asian Development Bank. Program ini sebelumnya diujicoba dengan hasil yang baik di Filipina dan sekarang giliran Indonesia untuk mengembangkan pasar kerja dengan tenaga kerja muda yang keahliannya sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Mitra di Indonesia adalah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Ketenagakerjaan (di pusat dan di Kabupeten Makassar, Bandung Barat dan Semarang), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin/ Kadinda) dan sektor swasta termasuk  Apindo.

Program ini terdiri dari dua komponen: (i) Program JobStart Indonesia (JSI) dan (ii) Program dukungan pengembangan keterampilan (ELLN, Enterprise-Led Learning Network. Yang pertama mendukung para penganggur untuk mendapatkan keterampilan yang akan menempatkan mereka pada posisi kuat untuk pasar kerja sedangkan komponen yang kedua memfokus kepada mengembangkan keterampilan sesuai kebutuhan pasar kerja dimana para majikan akan mengidentifikasi keterampilan mana yang dibutuhkan.

Karena pandemi COVID-19 kegiatan proyek semuanya dihentikan: semua konsultan didemobilisasi dan hanya diperbolehkan bekerja dari rumah. Todak ada pertemuan tatap muka. Sekrang ini semua bahan pelatihan bagi para “job seekers” dan “job starters” sedang disesuaikan untuk sistim pengajaran dan pembelajaran online – tipe pembelajaran kemungkinan besar akan dijadikan tipe “blended learning”, yakni campuran online dan offline. Juga pelatihan bagi para peserta pada sub-proyek ELLN di kabupaten Bandung Barat dan Makassar akan secara garis besar diadakan online.

Proyek Pendidikan 2013-2017

Sejak Desember 2013 sampai Desember 2017 Pugajinou menjalankan proyek Peningkatan Kapasitas Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Proyek ini didanai Uni Eropa dan dikelola Asian Development Bank (TA-8358 INO).Pugajinou dikontrakkan untuk mengelola kegiatan-kegiatan di Wilayah III meliputi 19 kabupaten/ kota di provinsi Sulawesi dan Maluku. Proyek keseluruhan dikelola oleh tim pengelolaan pusat (OMT) di Jakarta sedangkan pekerjaan di lapangan dilakukan di 4 wilayah dengan total kabupaten/ kota adalah 108. Masing-masing wilayah dikelola satu tim konsultan (District Advisory Team/ DAT): Wilayah I, Sumatera dan Kalimantan, Wilayah Region II, Jawa Timur, NTB dan NTT, Wilayah III, Sulawesi dan Maluku, dan Wilayah IV, Papua dan Papua Barat.

Tim konsultan Pugajinou termasuk para ahli sebagai berikut:

Supriadi Torro

Pemimpin Tim, berkantor di Donggala tetapi bertanggung-jawab atas semua (19) kabupaten/ kota

M. Sagaf Lamureke

Ahli pemerintahan/ perencanaan penganggaran, bertanggung-jawab di Sigi,  Sigi, Donggala dan Parigi Moutong

Hasanuddin

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Parigi Moutong, Donggala, Banggai dan Banggai Kepulauan

La Sunra Baharuddin

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Donggala, Banggai dan Banggai Kepulauan

Syamsuddin Awing

Ahli pemerintahan/ perencanaan penganggaran, bertanggung-jawab di Morowali, Banggai dan Banggai Kepulauan

Hamdan Hadenan

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Gorontalo, Gorontalo Utara, Pohuwato dan Boalemo

Mus Mualim

Ahli pemerintahan/ perencanaan penganggaran, bertanggung-jawab di Gorontalo, Gorontalo Utara, Pohuwato dan Boalemo

Slamet Tachjar

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Polewali Mdanar, Mamasa dan Majene

Nasri Nurdin

Ahli pemerintahan/ perencanaan penganggaran, bertanggung-jawab di Majene, Mamasa dan Polewali Mandar

Mustamin Tewa

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Mamasa, Polewali Mdanar dan Majene

Agunawan

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Maluku Tengah, Seram Bagian Timur dan Buru

Samsir Gamang

Ahli pemerintahan/ perencanaan penganggaran, bertanggung-jawab di Tual, Maluku Barat Daya dan Buru

Agustinus Maniyeni

Ahli pendidikan, bertanggung-jawab di Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya

Rustam Borahim

Ahli pemerintahan/ perencanaan penganggaran, bertanggung-jawab di Majene dan Morowali

Proyek mempunyai empat kantor: di Gorontalo, Donggala, Maluku Tenggara Barat (Tanimbar) dan Masohi, semuanya dioperasikan staf yang ditempatkan oleh Pugajinou. Pada umumnya lokasi kantor adalah di wilayah kantor Dinas Pendidikan

Implementasi

Uni Eropa menyediakan dana hibah kepada setiap kabupaten/ kota sebesar 2.5 milyar rupiah. Kabupoaten/ kota yang mengikuti program ini telah menandatangani surat kesepakatan yang menyatakan bahwa setiap kabupaten/ kota harus menyediakan dimuka dari APBD dana sebesar 10% dari total 2.5 milyar. Dijelaskan kepada semua kabupaten/ kota bahwa dana hibah hanya boleh digunakan untuk kegiatan terkait peningkatan kapasitas, pelatihan, lokakarya, survei dsb. Dana tidak sama sekali boleh digunakan untuk pekerjaan konstruksi, seperti pembangunan sekolah baru, perbaikan, pembelian peralatan, buku-buku, mebiler kelas, perabot lain dsb. Mengambil waktu cukup lama sampai peraturan ini dipahami para pemangku kepentingan: mereka awalnya berharapan bahwa item fisik dapat didanai juga! Uni Eropa mengeluarkan pernyataan yang sangat jelas: “we, the European Union, will pay for non-physical items while it is expected that you, the district governments, through your commitment to the program pay for physical items from your local budgets.”

Tentu, isu ini ada dua segi: Memang sangat bagus jika ada pendidik yang andal, tetapi bagaimana kalau tidak ada dana untuk membeli buku sekolah, peralatan untuk laboratorium, memperbaiki bangunan sekolah, dan seterusnya? Isu yang lain adalah gaji guru sekolah/ madrasah yang menurut kami dibawah standar mengingat pentingnya tugas para pendidik untuk membentuk generasi berikut. Walaupun guru adalah profesi yang idealis seorang guru yang gajinya hampir tidak cukupi untuk kebutuhan dasar bisa saja kehilangan semangat untuk mendidik dan memperbaiki mutu pendidikan. Oleh karena itu sangat penting bagi kegiatan-kegiatan yang didanai hibah Uni Eropa agar memberikan dampak keberlangsungan agar pemerintah daerah bergerak maju, komitmen tertulis menjadi aksi nyata dengan mengalokasikan dana secukupnya untuk peningkatan bangunan sekolah, gaji dan fasilitas pendidikan.

  • Sosialisasi

Proyek ini dimulai dengan kegiatan sosialisasi luas mengenai “apa itu, standar pelayanan Minimal pendidikan dasar?” Ternyata hanya sedikit orang mempunyai pengetahuan tentang itu walau ada banyak peraturan pemerintah yang membahas standar ini. Pada triwulan pertama tahun 2014 kampanye sosialisasi yang besar dilakukan di semua kabupaten/ kota yang mengikuti program ini. Silahkan klik disini untuk melihat video tentang pembukaan kegiatan sosialisasi di Sigi, Sulawesi Tengah. Pencapaian standar pelayanan Minimal dapat diukur dengan melihat ke-27 indikator – seberapa baik kinerja sekolah terhadap masing-masing indikator (silahkan membaca daftar ke-27 indikator (klik disini) dan/ atau mengunduh teks Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 disini).

  • Penilaian Keadaan/ Kondisi

Setelah tahap sosialisasi, penilaian keadaan (status quo assessment) dilakukan di semua kabupoaten/ kota. Kegiatan ini meliputi kunjungan kantor pendidikan, sekolah dan madrasah di kecamatan terseleksi di setiap kabupaten/ kota. Sebelumnya, para konsultan melatih sejumlah juru tulis dan staf Dinas Pendidikan mengebai cara mengumpulkan data sesuai kuesioner, memasukkan dan memverifikasi data. Semua indikator Standar Pelayanan Minimal dicakup dan semua data dianalisa. Kartu catatan angka (scorecard) masing-masing kabupaten/ kota menunjukkan bahwa pencapaian indikator pendidikan dasar adalah sekitar 50%, di bebetrapa kabupaten/ kota 60% dan di semua kabupaten/ kota di Maluku dibawah 50%.. Kebanyakan pendidik kaget atas pencapaian yang tidak terlalu bagus. Sudah jelas bagi para pendidik bahwa pencapaian perlu ditingkatkan dan itulah yang dikerjakan Dinas Pendidikan melalui kegiatan yang didanai hibah Uni Eropa. Selama pengumpulan data diadakan banyak pertemuan/ diskusi dengan guru, kepala sekolah/ madrasah dan panitia sekolah. FGD ini mengemukakan berbagai opini dan kekhawatiran yang menarik. Beberapa contoh: kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama tidak selalu mulus; panitia sekolah tidak selalu dilibatkan dalam manajemen sekolah, kami kekurangan guru bersertifikat, kami tidak mempounyai dana untuk membeli buku dan perbaikan bangunan sekolah, kami tidak tahu apa itu standar pelayanan minimal pendidikan dasar, dsb.

  • Usulan Daerah dan Kegiatan

Sebelum melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan kapasitas para pendidik di daerah semua kabupaten/ kota menyusun usulan termasuk anggaran untuk kegiatan ini. Setalah usulan-usulan ini diajukan, dikaji dan disetujui, semua kabupaten/ kota memulai serangkaian kegiatan pada triwulan pertama tahun 2015. Kegiatan ini difasilitasi dan dimonitor oleh para konsultan sedangkan pelatih-pelatih nasional dan daerah yang  berpengalaman bekerja sebagai narasumber.Kegiatan-kegiatan meliputi sosialisasi, pelatihan pemangku kepentingan di tingkat kabupaten dan kecamatan, staf Dinas Pendidikan, guru, kepala sekolah/ madrasah, pengawas sekoilah, panitia sekolah, tim tehnis, pihak swasta dan masyarakat. Sampai dengan akhir tahun 2015, 249 kegiatan dilaksanakan.

  • Masalah yang dihadapi

Masalah besar yang dihadapai di lapangan adalah transportasi, bukan saja bagi para konsultan tetapi juga bagi anak-anak yang masuk sekolah (lihat video Jalan ke sekolah, video ini di-post di Facebook oleh Tribunnews). Banyak kecamatan di provinsi Maluki terletak di pulau kecil yang sulit terjangkau, tergantung keramahan angin dan laut. Di daerah pegunungan terdapat masalah jalan yang jelek dan bahaya tanah longsor. Manusia sendiri juga membawa masalah: kebanyakan birokrasi, (ke)banyak(an) waktu dan uang dihabiskan untuk “pertemuan koordinasi”, kurangnya pengalaman dibidang penganggaran dan administrasi keuangan. Disamping itu hanya ada 14 konsultan untuk 19 kabupaten/. kota sehingga beberapa konsultan harus menangani lebih dari satu kabupaten/ kota. Selain itu, konsultan hanya bisa dikontrakkan untuk periode 28-30 bulan untuk proyek yang durasinya 39 bulan. Ini berarti bahwa selama proyek berjalan, para konsultan tidak selalu ada. Selama periode kekosongan konsultan umumnya kegiatan dihentikan, yaitu para pendidik di daerah mengandalkan pada konsultan untuk maju, tanpa keberadaan konsultan, tidak ada banyak yang dilakukan.

Sebagaimana terdapat di banyak proyek, keberlanjutan merupakan masalah serius. Seringkali setelah proyek selesai para penerima bantuan kembali ke titik awal, sepertinya tidak ada perubahan. Khususnya dalam proyek seperti ini, keberlanjutan merupakan masalah yang besar: tanpa komitmen yang kuat (baik spiritual maupun finansial) dan kemauan politik dari pemerintah daerah proyek kecenderungan akan gagal. Seringkali terdapat perubahan atau mutasi staf; staf baru tidak mempunyai informasi secukupnya atau tidak tertarik. Seorang Bupati yang berkomitmen kepada program akan hilang setelah masa jabatan berakhir, Bupati baru belum tentu mempunyai komitmen yang sama. Renstra dan Renja akan habis masa berlakunya, akankah Renstra dan Renja diperpanjang/ diperbaharui dengan “spirit” yang sama? Melawan keadaan ini adalah hal baik bahwa banyak kabupaten/ kota memulai penyusunan peraturan dearah yang mengatur pencapaian indikator/ standar pelayanan minimal dan, dalam beberapa kasus, sektor pendidikan keseluruhan. Hal baik mengenai peraturan daerah adalah bahwa peraturan daerah harus disetujui baik oleh pemerintah eksekutif maupun legislatif, peraturan daerah tidak mengenal “batas waktu”, tidak tergantung perubahan iklim politik. Kalau peraturan daerah disahkan, iya ia berlaku, dan merubahnya atau meniadakannya adalah hal yang tidak mudah.

Secara umum, adalah “cara melakukan sesuatu”, sikap bekerja yang menghambat implementasi yang lancar dengan hasil yang optimal, dan juga staf yang kurang berpengalaman dalam hal penyusunan usulan dan laporan (tepat waktu) serta penganggaran yang tepat. Menurut kami agar proyek ini berkelanjutan terus para konsultan kami harus bekerja agar “mindset” para pembuat kebijakan dan pelaku dirubah.

Dua kutipan dapat menjelaskan ini:

“Mentalitas merupakan pintu masuk untuk membenahi seluruh bengkalai pendidikan yang selama ini masih menjadi masalah, karena walaupun sarana dan prasarana sekolah dipenuhi jika mentalitas tidak dibenahi maka tidak akan ada perubahan, semoga program PKP SPM Dikdas bisa menjawab kedepannya”

Bapak. Ismail, koordinator pengawas sekolah di Morowali: “Khususnya kepala sekolah bukan hanya sebagai manajer namun harus menempatkan diri sebagai leader yang senantiasa berpikir strategi jitu yang harus dilakukan demi pengembangan sekolah yang lebih maju. Jika kepala sekolah tidak memiliki jiwa-jiwa perubahan maka otomatis pengembangan mutu sekolah akan berjalan lamban”

Satu hal yang sedikit mengkhawatirkan adalah sebagai berikut: kami menerima laporan dari konsultan Rustam Borahim di Maluku Barat Daya. Dia mengatakan bahwa dia khawatir atas “kelambanan” implementasi kegiatan (tidak ada kegiatan selama triwulan keempat tahun 2015), dan menemukan bahwa “mereka” (staf Dinas Pendidikan dan Pemda) lebih tertarik pada proyek yang didanai APBD, DAU atau DAK daripada program yang didanai hibah dimana pengeluaran diawasi dengan ketat. 

Di sisi lain, konsultan kami, Syamsuddin Awing, di Morowali melaporkan bahwa diadakan pertemuan pengawas sekolah untuk menguatkan komitmen terhadap program. Ini sepertinya membawa hasil: Para pengawas sekolah mengungkapkan harapan mereka agar pengelolaan pendidikan ditingkatkan, lebih cepat, lebih baik.

Pada umumnya kesan kami adalah bahwa “komitmen” perlu diperbaharui sewaktu-waktu.

  • Pencapaian Target

Kesadaran pada para pemangku kepentingan (termasuk masyarakat, DPRD dan pihak swasta) telah mengingkat;

Di banyak daerah, komitmen terhadap program telah meningkat pesat dan minat untuk membawa kesuksean dengan dampak yang berkelanjutan adalah kuat, khususnya di tingkat bawah (grass toots level);

Kami mencatat peningkatan jelas dibidang transparansi di kalangan Dinas Pendidikan, keterbukaan dan kemauan untuk mencapai hasil proyek yang terbaik;

Fakta bahwa banyak daerah telah menyusun peraturan daerah tentang pencapaian standar pelayanan minimal menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan mementingkan keberlanjutan program setelah proyek selesai. Semua rancangan peraturan daerah diterima oleh DPRD dengan baik;

Langkah-langkah untuk mengintegrasikan pencapaian standar pelayanan minimal kedalam dokumen kebijakan, perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah sedang diambil bersamaan dengan penyusunan road map;

Peliputan kegiatan-kegiatan program oleh media daerah (TV, surat khabar, majalah) berjalan dengan baik;

Semua kabupaten/ kota / Dinas Pendidikan melaksanakan sensus tentang pencapaian standar pelayanan minimal pendidikan dasar atau merencakanannya dalam waktu dekat. Hal ini menunjukkan bahwa daerah menaruh perhatian terhadap pencapaian standar pelayanan minimal. Hasil sensus memperlihatkan kesenjangan pencapaian serta memberi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan (dalam bentuk road map);

Pengembangan yang sangat bagus terjadi di Seram Bagian Timur dimana sektor swasta (CITIC Energy) tertarik atas kerja sama dengan Dinas Pendidikan dalam hal pendanaan kegiatan pendidikan. Hal ini terjadi pada pertemuan sosialisasi yang dihadiri perwakilan perusahaan ini (silahkan membaca);

Penyusunan road map untuk pendidikan, suatu dokumen kebijakan daerah – berjalan dengan baik di kebanyak kabupaten/ kota;

Banyak lokakarya pelatihan dan seminar yang diadakan selama proyek ini berjalan dan dimana pengawas sekolah, tim tehnis, perwakilan Pemda hadir, membawa hasil yang baik.

  • Pandangan kedepan

Untuk tahun 2016, lagi banyak kegiatan direncanakan. Fokus kegiatan-kegiatan  ini adalah isu-isu kapasitas dan kapabilitas dibidang perencanaan dan pengaaran sekolah, penyusunan road map lebih lanjut, pengesahan peraturan daerah serta pengintegrasian standar pelayanan minimal kedalam dokument kebijakan daerah. Pada tahun 2016 akan diadakan sekali lagi suatu penilaian keadaan (status quo assessment) yang akan membandingkan data-datanya dengan data yang dikumpulkan pada tahun 2014. Kami mengantisipasi bahwa akan ada peningkatan dalam hal pencapaian indikator.

Acara yang penting pada tahun 2016 adalah suatu lokakarya yang diadakan pada tanggal 13-16 Maret di Luwuk, Banggai (silahkan klik disini untuk naskahnya). Tujuan lokakarya ini untuk pelatihan narasumber daerah di penyusunan RKS/ M (Rencana Kerja Sekolah/ Madrasah), RKT (Rencana Kerja Tahunan) dan RKAS (recana Kegiatan dan Anggaran Sekolah). Modul pelatihan dan bahan lainnya diberikan kepada konsultan pada lokakarya sebelumnya di Yogyakarta sebagai dasar lokakarya ini. Diharapkab para narasumber lokal menjadi pelatih di tingkat sekolah dan/ atau kebupaten/ kota untuk memastikan bahwa RKS, RKT dan RKAS diintegrasikan kedalam road map dan mencerminkan tujuan dan hasil yang diharapkan dalam pencapaian standar pelayanan minimal di pendidikan dasar. Ke-26 peserta yang antusias berasal dari berbagai daerah di Sulawesi dan Maluku. Kebanyakan adalah pengawas sekolah – mereka memainkan peran penting dalam mempromosikan pencapaian standar pelayanan – serta staf lain dari Dinas Pendidikan dan universitas daerah.

Awalnya proyek ini dijadwalkan berakhir pada 27 Februari 2017. Namun, Uni Eropa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Asian Development Bank memutuskan untuk memperpanjang durasi proyek ini sampai akhir November 2017 untuk memberi kesempatan kepada kabupaten/kota menyelesaikan “produk terakhir” mereka, yaitu road map dan rencana aksi untuk (percepatan) pencapaian standar pelayanan minimal di pendidikan dasar yang akan diintegrasikan kedalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah (Renja, Renstra). Sampai sekarang (baca: November 2017) hampir semua road map diselesaikan dan disahkan eksekutif dan legislatif. Banyak road map telah diintegrasikan kedalam penggaran daerah dan rencana kerja. Beberapa daerah sudah mengeluarkan {eraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) yang merupakan dukungan secara hukum untuk road map dan implementasi rencana kerjanya.

Silahkan klik disini untuk membaca koleksi kutipan, pendapat dan opini dari berbagai orang di daerah.

Pada akhir bulan November 2017 proyek ini berakhir. Dibawah ini ringkasan pencapaian target program:

Pencapaian-pencapaian kunci (atau produk program) dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Penilaian keadaan kini (status quo assessment) dan focus group discussions membuka mata para pendidikan dan pihak lain terkait
  2. Usulan daerah termasuk budget mendukung implementasi banyak kegiatan sosialisasi dan pelatihan yang oleh karenanya mentransfer keahlian yang diperlukan untuk perencanaan dan penyusunan anggaran bagi staf kantor Dinas Pendidikan di daerah
  3. Pelaksanaan terus sensus sekolah/ pengumpulan data sekolah)
  4. Penyusunan dan pengesahan peraturan daerah
  5. Penyusunan road map dan rencana aksi yang dimasukkan kedalam Renstra dan Renja dan juga RPJMD.

Pencapaian utama program adalah road map yang sudah diselesaikan dan disahkan di semua kabupaten/ kota. Di berbagai kabupaten/ kota road map merupakan contoh road map yang baik. Kalau diterapkan akan membawa dampak yang baik. Di kabupaten Buru road map ini disalin di didistribusikan kepada instansi pemerintah lain di Buru dan merupakan contoh untuk replikasi bagi perencanaan dan penyusunan anggaran. Semua kabupaten/ kota menggunakan data-data sensus untuk menganalisa kesenjangan dan memasukkannya kedalam road map dimana sekarang road map merupakan dokumen untuk kebijakan daerah yang akan (a) menentukan arah pengembangan sektor pendidikan dan (b) dianggap sebagai dasar untuk penyusunan peraturan daerah. Tinggal pengintegrasian road map secara formal kedalam dokumen-dokumen perencanaan daerah dan penyusunan mendetail rencana aksi.